Menyusun ‘Kurikulum’ HS yang Bertumbuh
Summary IG Live tanggal 15 Juni 2022, di akun @dindajou dan @nin.di_
Oleh: Dindajou
We don't need no education
We don't need no thought control
No dark sarcasm in the classroom
Teacher, leave them kids alone
Hey, teacher, leave them kids alone
All in all it's just another brick in the wall
-Pink Floyd
Bukan, ini bukan ajakan buat keluar dari sekolah kok :D Tapi lagu Pink Floyd ini dimaksudkan untuk memantik kita agar berpikir ulang mengenai proses belajar di sekolah. Umumnya, sekolah begitu menitik-beratkan pada pencapaian akademis berbasis logika. Padahal, di zaman sekarang, banyak orang-orang yang justru ‘sukses’ dengan mengutamakan kreativitasnya.
Sebagai titik awal, aku percaya bahwa anak bukanlah kertas kosong yang harus diisi. Aku lebih meyakini bahwa anak sudah punya ‘sesuatu’ dalam dirinya. Tugas kita sebagai orang tua adalah memfasilitasi agar ‘sesuatu’ itu bisa keluar dan bertumbuh dengan subur. Inilah yang menjadi titik awal 'kurikulum' keluarga kami.
Dengan pemikiran itu, kami memulainya dengan menuliskan cita-cita besar/tujuan jangka panjang pendidikan keluarga, yang kami sebut sebagai Visi Misi Pendidikan. Lalu, cita-cita besar ini dijabarkan menjadi lebih detail dan kami kategorikan menggunakan teori Multiple Inteligences-nya Howard Gardner.
Inilah bentuk visi misi Pendidikan keluarga kami yang kami tuliskan di awal tahun ini.
Visi Misi ini kami dijabarkan lebih detail dan membuat target-target yang berusaha dicapai tahun ini. Target-target itu kami kategorikan sesuai dengan teori Multiple Intelegences/Kecerdasan Majemuk milik Howard Gardner yaitu kecerdasan spiritual, linguistic, logika, social, intrapersonal, natural, kinestetis, visual dan musikal.
Target ini dibuat setelah mempertimbangkan kemampuan Malik dan bertanya pendapat Malik. Selain itu, kami juga membaca referensi untuk mengetahui apa-apa saja milestone yang biasa di capai oleh anak seusianya.
Beginilah jadinya bentuk 'kurikulum' yang kami susun untuk pembelajaran Malik tahun ini.
Bisa dilihat, ada target-target spesifik, tapi ada juga yang longgar. Ada target yang menjadi prioritas dalam setahun kedepan, tapi ada juga yang ‘sedapatnya’.
Untuk dapat mengetahui sejauh mana proses belajar ini, kami juga rajin menjurnal. Ada yang berupa tracker, ada juga yang berupa deskripsi harian. Misalnya menuliskan hal-hal menarik atau yang perlu di-highlite, yang terjadi pada hari itu.
Selain itu, kami juga melakukan evaluasi mingguan, bulanan, tiga bulanan dan pada akhir tahun. Tiap-tiap evaluasi ini punya fungsi masing-masing. (Kalau ada yang tertarik, kapan-kapan bisa aku jelaskan dengan lebih detail).
Kalau kalian melihat ini dan jadi keder kok banyak amatan kerjaannya, well… jangan!
Kami bisa sampai pada titik ini setelah sudah bertahun-tahun berkutat mencari bentuk yang paling pas. Setelah bertahun-tahun menjalani homeschooling, baru awal tahun lalu aku dan si Abang mampu menuliskan visi misi keluarga kami dan berdiskusi dengan proper membuat ‘kurikulum’ se detail ini.
Sebelumnya gimana? Ya berproses. Ada bongkar pasang jadwal (yang rasanya menguras emosi). Ada membangun habit pelan-pelan, satu hal demi satu hal. Ada juga coba ini itu dan gagal, lalu coba-coba yang lain lagi.
Kami membebaskan Malik untuk free play/bermain dengan bebas, dan menemaninya sepenuh hati tanpa distraksi. Membuat rumah menjadi arena belajar yang aman dengan menyesuaikan berbagai hal. Belajar memvalidasi dan meregulasi emosi (ini bukan Cuma anak ya, orang tua juga mesti belajar ini biar nggak teriak-teriak terus, heheh).
Dan yang paling penting, belajar tentang diri sendiri. Apa yang aku inginkan sebagai orang tua. Apa cita-cita besar untuk anak. Apa nilai-nilai yang ingin aku wariskan.
Dengan belajar tentang diri sendiri ini, aku juga paham kelebihan dan kekurangan diri. Sehingga kita jadi lebih lembut kepada diri, dan semoga bisa jadi lebih lembut kepada anak.
Jadi, kesimpulan dariku adalah, yang paling penting dilakukan terlebih dahulu adalah membangun pondasi dalam keluarga. Pondasi ini berupa bonding yang kuat antara anggota keluarga. Bonding ini hanya bisa tercipta jika kita mau terus belajar dan mencoba.
Setelah itu, ide untuk membuat ‘kurikulum’ akan terpampang dengan sendirinya. Sebab, kita sudah tau apa yang disukai anak, apa yang dibutuhkannya, apa yang bisa kita lakukan untuk memfasilitasinya.
Demikianlah pendapatku. Semoga bermanfaat ya!
Comments
Post a Comment