It' Money, Honey: Mengapa Berencana (Bagian 3)
lanjutan dari posting sebelumnya
Aku percaya, setiap keputusan tidak didasari oleh satu alasan. Melainkan beberapa alasan yang mendukung satu sama lain sehingga lahirlah keputusan yang sudah didasari oleh logika yang matang dan hati yang tenang. Begitu juga dengan keputusan menggunakan financial planner, terlepas dari institusi apa yang kami pilih untuk menangani soal keuangan kami.
Alasan yang pertama tentunya karena keterbatasan pengetahuan soal instrumen investasi, tentang perekonomian makro dan perencanaan secara umum.
Alasan berikutnya adalah kami berdua ini kadang-kadang harus membantu keluarga besar. jadi, kalau ada sesuatu terjadi dengan kami, tentu mereka juga akan terkena imbasnya. Makanya, kami perlu menjadi kuat secara finansial untuk dapat membantu orang lain.
Alasan lain yang (mungkin) paling penting adalah pengalaman kami sekitar dua tahun lalu. Jadi, sewaktu perekonomian dunia merosot tajam, si Abang di PHK dengan semena-mena, tepat saat aku baru aja resign dari kantorku. Kebanyang kan gimana rusuhnya waktu itu? Untungnya sih, nggak sampe parah-parah amat. Soalnya masih ada lah simpenan dikit-dikit, dan aku juga masih ada proyek-proyek freelance.
Tapi, ini berarti kami harus merubah gaya hidup dengan drastis. Say goodbye to eating out at fancy places. Sebagai gantinya, aku harus masak sendiri dengan kemampuan yang segitu-gitunya. Hari hari rebus bayam/sopsayur/tumiskangkung dan segala balado! Bukan hanya karena nggak ada duit, tapi emang ga bisa masak aja, hahaha. Penghematan juga dilakukan dalam segala lini, termasuk men-downgrade paket internet, memotong biaya langganan majalah dan koran, plus memangkas biaya rekreasi dan lifestyle lainnya.
Sisi baiknya, kami jadi lebih menghargai uang. Gimana nggak, uang seratus ribu yang biasanya kurang buat makan siang diluar, ternyata bisa jadi biaya seminggu beli sayur dan bumbu di pasar!
Inilah sebenernya yang paling utama mendorong kami menggunakan jasa financial planner. Kami ingin, uang yang ada bisa dikelola sedemikian rupa dan membuat prioritas dimana kami berkomitmen atasnya. Sehingga kalau ada hal-hal diluar kendali kami terjadi, kami sanggup menghadapinya, in terms of financial. Soalnya, serem juga kalau kejadian seperti ini terulang lagi pas udah punya anak. Mikirinnya aja udah buat keringet dingin.
Pada awal memutuskan, banyak sekali teman dan saudara yang berfikir kalau langkah ini terlalu berlebihan. Sebagian bilang, rejeki itu ditangan Tuhan, semua kebutuhan kita pasti dicukupi oleh-Nya. Nggak perlu ngotot lah nabung-nabung. Just enjoy life! Apalagi pake asuransi jiwa. Umur kan udah diatur sama yang di atas. Sebagian lagi bilang kalo punya reksadana itu nggak guna. Soalnya ekonomi negara kita nggak stabil. Dan tentunya ada yang memberi tampang ya-ampun-parno-banget-sih-lo? waktu aku bilang mulai nabung untuk sekolah anak. Anaknya aja belum ada maliiiihhhh!
Menjawab itu semua, aku sangat percaya bahwa rejeki kita sudah diatur sama Pak Boss Yang Di Atas. Pengalaman sudah membuktikan ini berkali-kali padaku. Pada keluarga kami. Nah, menggunakan jasa financial planner bagiku adalah salah satu usaha untuk mengelola rejeki itu, supaya tidak dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak perlu. Bukankah kita juga wajib memelihara rejeki yang dikasih ke kita?
Kalau perkara 20 tahun lagi saham ambruk dan uang yang kita tabung untuk dana pensiun ga cukup, seperti yang terjadi di Amerika, ya sudah nggak papa. Itu namanya nggak rejeki. Ikhlas dan tawakal aja. Yang penting kan sudah usaha. Begitupun, financial planner dengan segala keahliannya telah membagi-bagi uang dalan instrumen untuk meminimalisir resiko kayak diatas. Jadi, unless itu bukan rejeki banget, ya Insya Allah masih cukup lah.
Bottom line, yang diyakini bukan semata-mata uang yang ditabung sekatang PASTI ada pas nanti dibutuhkan. Melainkan, keyakinan bahwa Tuhan PASTI selalu mencukupi kebutuhan kita kapanpun.
Jadi begitulah alasannya sodara-sodara. Mudah-mudahan ini bisa jadi bahan renungan (apa siiihh!).
Terus, "diapain" sih sama ZAP setelah menjadi klien? Tunggu postingan berikutnya ya. Udah kepanjangan :D
Aku percaya, setiap keputusan tidak didasari oleh satu alasan. Melainkan beberapa alasan yang mendukung satu sama lain sehingga lahirlah keputusan yang sudah didasari oleh logika yang matang dan hati yang tenang. Begitu juga dengan keputusan menggunakan financial planner, terlepas dari institusi apa yang kami pilih untuk menangani soal keuangan kami.
Alasan yang pertama tentunya karena keterbatasan pengetahuan soal instrumen investasi, tentang perekonomian makro dan perencanaan secara umum.
Alasan berikutnya adalah kami berdua ini kadang-kadang harus membantu keluarga besar. jadi, kalau ada sesuatu terjadi dengan kami, tentu mereka juga akan terkena imbasnya. Makanya, kami perlu menjadi kuat secara finansial untuk dapat membantu orang lain.
Alasan lain yang (mungkin) paling penting adalah pengalaman kami sekitar dua tahun lalu. Jadi, sewaktu perekonomian dunia merosot tajam, si Abang di PHK dengan semena-mena, tepat saat aku baru aja resign dari kantorku. Kebanyang kan gimana rusuhnya waktu itu? Untungnya sih, nggak sampe parah-parah amat. Soalnya masih ada lah simpenan dikit-dikit, dan aku juga masih ada proyek-proyek freelance.
Tapi, ini berarti kami harus merubah gaya hidup dengan drastis. Say goodbye to eating out at fancy places. Sebagai gantinya, aku harus masak sendiri dengan kemampuan yang segitu-gitunya. Hari hari rebus bayam/sopsayur/tumiskangkung dan segala balado! Bukan hanya karena nggak ada duit, tapi emang ga bisa masak aja, hahaha. Penghematan juga dilakukan dalam segala lini, termasuk men-downgrade paket internet, memotong biaya langganan majalah dan koran, plus memangkas biaya rekreasi dan lifestyle lainnya.
Sisi baiknya, kami jadi lebih menghargai uang. Gimana nggak, uang seratus ribu yang biasanya kurang buat makan siang diluar, ternyata bisa jadi biaya seminggu beli sayur dan bumbu di pasar!
Inilah sebenernya yang paling utama mendorong kami menggunakan jasa financial planner. Kami ingin, uang yang ada bisa dikelola sedemikian rupa dan membuat prioritas dimana kami berkomitmen atasnya. Sehingga kalau ada hal-hal diluar kendali kami terjadi, kami sanggup menghadapinya, in terms of financial. Soalnya, serem juga kalau kejadian seperti ini terulang lagi pas udah punya anak. Mikirinnya aja udah buat keringet dingin.
Pada awal memutuskan, banyak sekali teman dan saudara yang berfikir kalau langkah ini terlalu berlebihan. Sebagian bilang, rejeki itu ditangan Tuhan, semua kebutuhan kita pasti dicukupi oleh-Nya. Nggak perlu ngotot lah nabung-nabung. Just enjoy life! Apalagi pake asuransi jiwa. Umur kan udah diatur sama yang di atas. Sebagian lagi bilang kalo punya reksadana itu nggak guna. Soalnya ekonomi negara kita nggak stabil. Dan tentunya ada yang memberi tampang ya-ampun-parno-banget-sih-lo? waktu aku bilang mulai nabung untuk sekolah anak. Anaknya aja belum ada maliiiihhhh!
Menjawab itu semua, aku sangat percaya bahwa rejeki kita sudah diatur sama Pak Boss Yang Di Atas. Pengalaman sudah membuktikan ini berkali-kali padaku. Pada keluarga kami. Nah, menggunakan jasa financial planner bagiku adalah salah satu usaha untuk mengelola rejeki itu, supaya tidak dihambur-hamburkan untuk sesuatu yang tidak perlu. Bukankah kita juga wajib memelihara rejeki yang dikasih ke kita?
Kalau perkara 20 tahun lagi saham ambruk dan uang yang kita tabung untuk dana pensiun ga cukup, seperti yang terjadi di Amerika, ya sudah nggak papa. Itu namanya nggak rejeki. Ikhlas dan tawakal aja. Yang penting kan sudah usaha. Begitupun, financial planner dengan segala keahliannya telah membagi-bagi uang dalan instrumen untuk meminimalisir resiko kayak diatas. Jadi, unless itu bukan rejeki banget, ya Insya Allah masih cukup lah.
Bottom line, yang diyakini bukan semata-mata uang yang ditabung sekatang PASTI ada pas nanti dibutuhkan. Melainkan, keyakinan bahwa Tuhan PASTI selalu mencukupi kebutuhan kita kapanpun.
Jadi begitulah alasannya sodara-sodara. Mudah-mudahan ini bisa jadi bahan renungan (apa siiihh!).
Terus, "diapain" sih sama ZAP setelah menjadi klien? Tunggu postingan berikutnya ya. Udah kepanjangan :D
Comments
Post a Comment